TUGAS
Lembaga Hubungan Internasional
“Asas pacta sunt servanda, dan Asas rebus sic
stantibus”

Dosen
Pembimbing :
Dr. Acep
Supriadi ,M.pd.,M.A.P.
Di Susun Oleh:
Nama
: SIRAJATUL HUDA
NIM
: A1A215035
PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
BANJARMASIN
2016
1.
Asas pacta
sunt servanda,
Pacta sun
servanda berasal dari bahasa latin yang berarti “janji harus ditepati. Pacta
sunt servanda merupakan asas atau prinsip dasar dalam sistem hukum civil
law, yang dalam perkembangannya diadopsi dalam ke dalam hukum
internasional. Pada dasarnya asas ini berkaitan dengan kontrak atau perjanjian
yang dilakukan diantara individu, yang mengandung makna bahwa:
1.
Perjanjian
merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
2.
mengisaratkan
bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang ada pada perjanjian merupakan
tindakan melanggar janji atau wanprestasi.
Perwujudan
asas pacta sunt servanda terdapat dalam pasal 2 ayat (2) Piagam PBB yang
pada intinya menyatakan negara-negara anggota PBB terikat memenuhi
kewajiban-kewajibannya sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai anggota
dan telah menerima hak-hak dan keuntungan sebagai anggota PBB. Kemudian
terdapat dalam alenia ketiga pembukaan konvensi Wina 1969 dan 1986. Asas pacta
sunt servanda berpasangan dengan asas itikad baik, hal ini terdapat pada
pasal 26 konvensi Wina 1969 dan 1986 yang menyatakan bagi pihak-pihak yang
telah menjadi pihak pada suatu perjanjian terikat untuk melaksanakan perjanjian
tersebut dengan itikad baik.
2.
Asas rebus
sic stantibus
Sejak abad
XII dan XIII ahli hukum kanomik telah mengenal asas rebus sic stantibus
yang dalam bahasa latinnya contractus qui habent tractum succesivu et
depentiam de future rebus sic stantibus intelliguntur, yang artinya bahwa
“perjanjian menentukan perbuatan selanjutnya untuk melaksanakannya pada masa
yang akan datang harus diartikan tunduk kepada persyaratan bahwa lingkungan dan
keadaan di masa yang akan datang tetap sama”. Asas rebus sic stantibus
pertama kali diterapkan oleh peradilan keagamaan. Diterapkannya asas ini oleh
pengadilan keagamaan karena situasi yang terjadi pada waktu itu adanya
pemisahan antar urusan gereja dengan urusan negara. Dan ini merupakan ciri dari
kode napoleon.
Perkembangan
asas rebus sic stantubus mengalami pasang surut, dimana pada abad XVIII
asas ini mulai memudar dengan tidak diadopsinya asas ini pada kode napoleon
dan Italian civil code,hal ini nampak pada artikel 1134 kode napoleon,
namun kemudian setelah perang dunia I para ahli hukum mulai mengembangkan lagi
asas rebus sic stantibus untuk melonggarkan isi perjanjian yang sulit
dilaksanakan oleh negara yang membuat perjanjian.
Perwjudan
asas rebus sic stantibus terdapat dalam konvensi Wina 1969, yaitu
dalam seksi 3 tentang pengakhiran dan penundaan bekerjanya perjanjian internasional,
khususnya pasal 62 yang menyatakan :
“1. Suatu perubahan keadaan mendasar yang telah terjadi terhadap
keadaan yang ada pada saat penutupan traktat, dan tidak dapat diduga oleh para
pihak, tidak dapat dikemukakan sebagai dasar untuk pengakhiran atau penarikan
diri dari perjanjian kecuali :
(a) Keberadaan keadan-keadaan itu merupakan suatu dasar penting bagi para
pihak untuk mengikatkan diri pada perjanjian; dan
(b) Akibat dari perubahan itu secara radikal memperluas kewajiban yang
harus dilaksanakan di bawah perjanjian.
2. Suatu perubahan keadaan mendasar tidak boleh dikemukakan sebagai dasar
untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian, jika :
(a) Perjanjian tersebut menetapkan batas wilayah; atau
(b) Perubahan itu merupakan hasil dari pelanggaran oleh pihak yang
mengemukakannya baik atas suatu kewajiban dalam perjanjian atau setiap
kewajiban internasional lainnya terhadap pihak lain dari perjanjian tersebut.
3. Jika sesuai dengan ayat-ayat di atas, suatu pihak boleh menuntut suatu perubahan
keadaan sebagai dasar untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian, maka
pihak tersebut juga dapat menuntut perubahan sebagai dasar untuk menunda
berlakunya perjanjian tersebut.”
A. Perbedaan
Pacta Sunt servanda, yaitu setiap
perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yaang mengadannya,
sedangkan Rebus Sic Stantibus adalah asas yang dapat digunakan untuk memutuskan
keadaan yang bertalian dengan perjanjian yang telah disepakati.
B. Contoh
Sebagai contoh hubungan asas ini terdapat
pada kasus kesepakatan konferensi meja bunda (KMB) antar pemerintah Indonesia
dengan Belanda, berdasarkan asas pacta sunt servanda kedua belah pihak
Indonesia dan Belanda melaksanakan isi perjanjian, namun dengan seiring
berjalannya waktu Indonesia membatalkan perjanjian tersebut karena terjadi
perubahan fundamental dalam tatanan bernegara dan berbangsa, dimana Indonesia
yang dalam isi perjanjian adalan negara serikat atau Republik Indonesia Serikat
(RIS) berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena melihat
situasi dan kondisi bahwa negara kesatuanlah yang cocok bagi Indonesia,
sehingga Indonesia membatalkan isi perjanjian KMB dengan Belanda. Pemutusan
yang demikian mendapat persetujuan DPR tertanggal 22 Mei 1956 dan di muat dalam
UU No 13 tahun 1956. Sehingga jika kita mengkaji contoh kasus tersebut dapat
dikatakan asas rebus sic stantibus dapat menjadi alasan untuk meniadakan
asas pacta sunt servanda dalam perjanjian internasional antar negara
baik itu yang bersifat bilateral, multirateral, regional dan lain sebagainya.
C. Positif dan Negatif
Keberadaan kedua asas dalam perjanjian
internasional telah lama dikenal oleh masyarakat internasional, dan
keduanya menjadi landasan pembentukan perjanjian internasional antar negara.
Dimana dengan adanya asas pacta sun servanda dijadikan sebagai dasar
beroperasinya atau berlakunya suatu perjanjian. Sementara asas rebus sic
stantibus menjadi dasar para pihak dalam perjanjian dapat menyatakan
menunda atau membatalkan atau mengundurkan diri dari perjanjian yang
telah disepakati sepanjang dipenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam
pasal 62 Konvensi Wina 1969. Kemudian hal ini disepakati oleh para pihak yang
melakukan perjanjian. Kedua asas tersebut juga sama-sama elemen penting dalam
pembentukan perjanjian internasional baik hubungan bilateral, multilateral,
regional dan lain sebagainya, dimana disatu sisi asas pacta sunt servanda
memberikan ketegasan adanya keterikatan para pihak untuk menaati dan
melaksanakan perjanjian, kemudian asas rebus sic stantibus memberikan
jalan keluar apabila ingin ditangguhkannya atau dibatalkannya suatu perjanjian
yang tentunya sesuai persyaratan yang berlaku.
D. Solusi
Seharusnya perjanjian menjadi merupakan hukum yang mengikat
bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian. Setiap perjanjian mengikat
para pihak yang melakukan perjanjian tersebut dan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar