Kamis, 29 Desember 2016

Pacta Suntservanda


TUGAS
Lembaga Hubungan Internasional
Asas pacta sunt servanda, dan Asas rebus sic stantibus
http://unlam.ac.id/id/wp-content/uploads/2015/05/Logo-Unlam.png
         Dosen Pembimbing :
              Dr. Acep Supriadi ,M.pd.,M.A.P.

Di Susun Oleh:

Nama : SIRAJATUL HUDA
NIM :  A1A215035

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016



1.      Asas pacta sunt servanda,
Pacta sun servanda berasal dari bahasa latin yang berarti “janji harus ditepati. Pacta sunt servanda merupakan asas atau prinsip dasar dalam sistem hukum civil law, yang dalam perkembangannya diadopsi dalam ke dalam hukum internasional. Pada dasarnya asas ini berkaitan dengan kontrak atau perjanjian yang dilakukan diantara individu, yang mengandung makna bahwa:
1.      Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
2.      mengisaratkan bahwa pengingkaran  terhadap kewajiban yang ada pada perjanjian merupakan tindakan melanggar janji atau wanprestasi.
Perwujudan asas pacta sunt servanda terdapat dalam pasal 2 ayat (2) Piagam PBB yang pada intinya menyatakan negara-negara anggota PBB terikat memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai anggota dan telah menerima hak-hak dan keuntungan sebagai anggota PBB. Kemudian terdapat dalam alenia ketiga pembukaan konvensi Wina 1969 dan 1986. Asas pacta sunt servanda berpasangan dengan asas itikad baik, hal ini terdapat pada pasal 26 konvensi Wina 1969 dan 1986 yang menyatakan bagi pihak-pihak yang telah menjadi pihak pada suatu perjanjian terikat untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik.
2.      Asas rebus sic stantibus
Sejak abad XII dan XIII ahli hukum kanomik telah mengenal asas rebus sic stantibus yang dalam bahasa latinnya contractus qui habent  tractum succesivu et depentiam de future rebus sic stantibus intelliguntur, yang artinya bahwa “perjanjian menentukan perbuatan selanjutnya untuk melaksanakannya pada masa yang akan datang harus diartikan tunduk kepada persyaratan bahwa lingkungan dan keadaan di masa yang akan datang tetap sama”. Asas rebus sic stantibus pertama kali diterapkan oleh peradilan keagamaan. Diterapkannya asas ini oleh pengadilan keagamaan karena situasi yang terjadi pada waktu itu adanya pemisahan antar urusan gereja dengan urusan negara. Dan ini merupakan ciri dari kode napoleon.
Perkembangan asas rebus sic stantubus mengalami pasang surut, dimana pada abad XVIII asas ini mulai memudar dengan tidak diadopsinya asas ini pada kode napoleon dan Italian civil code,hal ini nampak pada artikel 1134 kode napoleon, namun kemudian setelah perang dunia I para ahli hukum mulai mengembangkan lagi asas rebus sic stantibus untuk melonggarkan isi perjanjian yang sulit dilaksanakan oleh negara yang membuat perjanjian.
Perwjudan asas rebus sic stantibus terdapat  dalam konvensi Wina 1969, yaitu dalam seksi 3 tentang pengakhiran dan penundaan bekerjanya perjanjian internasional, khususnya  pasal 62 yang menyatakan :
 “1. Suatu perubahan keadaan mendasar yang telah terjadi terhadap keadaan yang ada pada saat penutupan traktat, dan tidak dapat diduga oleh para pihak, tidak dapat dikemukakan sebagai dasar untuk pengakhiran atau penarikan diri dari perjanjian   kecuali :
(a) Keberadaan keadan-keadaan itu merupakan suatu dasar penting bagi para pihak untuk mengikatkan diri pada perjanjian; dan
(b) Akibat dari perubahan itu secara radikal memperluas kewajiban yang harus dilaksanakan di bawah perjanjian.
2. Suatu perubahan keadaan mendasar tidak boleh dikemukakan sebagai dasar untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian, jika :
(a)   Perjanjian tersebut menetapkan batas wilayah; atau
(b) Perubahan itu merupakan hasil dari pelanggaran oleh pihak yang mengemukakannya baik atas suatu kewajiban dalam perjanjian atau setiap kewajiban internasional lainnya terhadap pihak lain dari perjanjian tersebut.
3. Jika sesuai dengan ayat-ayat di atas, suatu pihak boleh menuntut suatu perubahan keadaan sebagai dasar untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian, maka pihak tersebut juga dapat menuntut perubahan sebagai dasar untuk menunda berlakunya perjanjian tersebut.”





A.    Perbedaan
Pacta Sunt servanda, yaitu setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yaang mengadannya, sedangkan Rebus Sic Stantibus adalah asas yang dapat digunakan untuk memutuskan keadaan yang bertalian dengan perjanjian yang telah disepakati.
B.     Contoh
Sebagai contoh hubungan asas ini terdapat pada kasus kesepakatan konferensi meja bunda (KMB) antar pemerintah Indonesia dengan Belanda, berdasarkan asas pacta sunt servanda kedua belah pihak Indonesia dan Belanda melaksanakan isi perjanjian, namun dengan seiring berjalannya waktu Indonesia membatalkan perjanjian tersebut karena terjadi perubahan fundamental dalam tatanan bernegara dan berbangsa, dimana Indonesia yang dalam isi perjanjian adalan negara serikat atau Republik Indonesia Serikat (RIS) berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena melihat situasi dan kondisi bahwa negara kesatuanlah yang cocok bagi Indonesia, sehingga Indonesia membatalkan isi perjanjian KMB dengan Belanda. Pemutusan yang demikian mendapat persetujuan DPR tertanggal 22 Mei 1956 dan di muat dalam UU No 13 tahun 1956. Sehingga jika kita mengkaji contoh kasus tersebut dapat dikatakan asas rebus sic stantibus dapat menjadi alasan untuk meniadakan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian internasional antar negara baik itu yang bersifat bilateral, multirateral, regional dan lain sebagainya.
C.    Positif dan Negatif
Keberadaan kedua asas dalam perjanjian internasional telah lama dikenal oleh masyarakat internasional,  dan keduanya menjadi landasan pembentukan perjanjian internasional antar negara. Dimana dengan adanya asas pacta sun servanda dijadikan sebagai dasar beroperasinya atau berlakunya suatu perjanjian. Sementara asas rebus sic stantibus menjadi dasar para pihak dalam perjanjian dapat menyatakan menunda atau membatalkan  atau mengundurkan diri dari perjanjian yang telah disepakati sepanjang dipenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam pasal 62 Konvensi Wina 1969. Kemudian hal ini disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian. Kedua asas tersebut juga sama-sama elemen penting dalam pembentukan perjanjian internasional baik hubungan bilateral, multilateral, regional dan lain sebagainya, dimana disatu sisi asas pacta sunt servanda memberikan ketegasan adanya keterikatan para pihak untuk menaati dan melaksanakan perjanjian, kemudian asas rebus sic stantibus memberikan jalan keluar apabila ingin ditangguhkannya atau dibatalkannya suatu perjanjian yang tentunya sesuai persyaratan yang berlaku.
D.    Solusi
Seharusnya perjanjian menjadi merupakan hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian. Setiap perjanjian mengikat para pihak yang melakukan perjanjian tersebut dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.


SUMBER


Tidak ada komentar:

Posting Komentar